kupu-kupu

Selasa, 09 Mei 2017

Koropsi di Badan Polri

Korupsi di Kepolisian
Kepolisian merupakan lembaga dengan tingkat korup tertinggi di Indonesia. Hal itu telah dibuktikan dengan survei Global Corruption Barometer (GBC) 2013 oleh Transparency International (TI). Banyak kasus korupsi yang telah terjadi di lembaga pengayom masyarakat ini. Beberapa waktu lalu ramai diberitakan di beberapa media mengenai makelar kasus atau mafia hukum yang melibatkan KOMJEN Pol Susno Duadji. Setelah membuat pernyataan kontroversial tentang ''Cicak Melawan Buaya'' dan dicopot sebagai kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Polri, perwira nonjob berbintang tiga itu mendatangi Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Dia membeberkan informasi mengenai adanya makelar kasus pajak di tubuh Mabes Polri.
Fenomena mafia hukum dan korupsi yang terjadi di lingkungan kepolisian sesungguhnya bukanlah hal baru dan sudah menjadi rahasia umum. Bahkan, sebelum adanya pernyataaan Susno, kondisi itu juga diakui kalangan internal kepolisian. Hal itu bisa dilihat dari hasil penelitian mengenai praktik korupsi di kepolisian yang dilakukan oleh mahasiswa Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) angkatan 39-A pada 2004.
Berdasar hasil penelitian calon perwira polisi tersebut, korupsi di kepolisian dibagi dalam korupsi internal dan korupsi eksternal. Korupsi internal adalah korupsi yang tak melibatkan masyarakat di luar komunitas polisi. Contoh yang sering terjadi adalah jual beli jabatan, korupsi pada proses perekrutan anggota kepolisian, pendistribusian logistik, dan penyaluran anggaran kepolisian. Korupsi jenis kedua adalah korupsi eksternal yang langsung melibatkan kepentingan masyarakat. Korupsi semacam itu terjadi dalam lingkup tugas polisi yang berkaitan dengan penegakan hukum, pelayanan masyarakat, dan penyalahgunaan wewenang.
Tidak berbeda dengan yang dilakukan mahasiswa PTIK, sebelumnya pada 2001 penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) mengenai pengurusan surat izin mengemudi dan pola-pola korupsi di lingkungan peradilan, khususnya di kepolisian, menyimpulkan bahwa korupsi di korps Bhayangkara bukan isapan jempol belaka. Berdasar hasil penelitian ICW di enam kota besar di Indonesia, korupsi yang dilakukan anggota polisi biasanya terjadi pada penyelidikan dan penyidikan suatu kasus. Permintaan uang jasa, penggelapan kasus, negosiasi kasus, dan pemerasan merupakan pola yang umum dilakukan anggota kepolisian.
Contoh korupsi yang marak beberapa waktu lalu adalah kasus simulator SIM. Meskipun sudah sedemikian marak, namun hanya sedikit aktor mafia hukum dari kepolisian yang terungkap dan diproses ke pengadilan. Mereka yang pernah diproses hukum hingga ke pengadilan, antara lain, mantan Kabareskrim Kepolisian Komjen Pol Suyitno Landung dan Brigjen Pol Samuel Ismoko yang tersandung kasus suap dari pelaku pembobolan BNI sebesar Rp 1,7 triliun serta AKP Suparman, penyidik kepolisian yang diduga memeras saksi dalam kasus korupsi.
Dalam banyak kasus, setiap pelanggaran yang dilakukan anggota kepolisian diselesaikan di Komisi Kode Etik dan Profesi Kepolisian. Namun, kenyataannya, sidang komisi itu sering memberikan keistimewaan kepada pelaku dengan menurunkan derajat pelanggaran yang seharusnya dapat dipidana menjadi sebatas pelanggaran administratif. Masih adanya tindakan menerima suap atau korupsi yang dilakukan oleh oknum anggota Polri tidak lepas dari minimnya anggaran yang diberikan negara kepada institusi Polri.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menjelaskan anggaran Polri mencapai Rp7 triliun dan 60 persen anggaran digunakan untuk gaji bagi lebih dari 43 ribu anggota Polri. Anggaran 25 persen hingga 30 persen untuk pengadaan barang dan alat.
"Struktur anggaran tersebut membuat ada potensi terjadinya korupsi di tubuh Polri. Anggaran operasional sebesar 20 persen hanya cukup untuk di Mabes Polri. Untuk di Polda sudah pas-pasan, di Polres kurang dan di Polsek lebih kurang," katanya di Yogyakarta, Rabu 26 April 2017.
Tito mengaku biaya operasional yang ada saat ini masih kecil dibandingkan dengan perkara yang harus ditangani Polri. Indek penanganan kasus terbagi menjadi kasus sangat sulit, sulit, sedang dan ringan. Untuk kasus sangat sulit, anggaran per kasusnya Rp 70 juta. Padahal untuk kasus seperti bom meledak butuh miliaran untuk penanganannya.
"Biaya penanganan kasus itu bisa mencapai miliaran seperti kasus peledakan bom," katanya.
Tito mencontohkan bahwa ada pemeo di masyarakat bahwa warga kehilangan ayam lapor ke polisi justru jadi kehilangan kambing. Tetapi, lanjut Tito, pemeo itu masih ada sambungannya yaitu warga kehilangan ayam lapor ke polisi justru kehilangan kambing, tapi polisi justru kehilangan sapi.
"Contoh ya di DIY (Yogyakarta) misalnya ada kasus pembunuhan besar. Anggarannya cuma Rp 70 juta. Padahal permintaan masyarakat untuk mengungkap kasus itu tinggi. Sedangkan untuk mengungkap kasus dibutuhkan lebih dari Rp 70 juta. Kapolda harus cari uang kiri kanan untuk mengungkap kasus bahkan harus keluar gajinya. Lha ini polisi malah kehilangan sapi," ujarnya.
Lebih jauh mantan Kapolda Metro Jaya ini mengatakan bahwa dirinya menginginkan penganggaran seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Model pembiayaan KPK, sambung Tito negara membayar semua anggaran penyelesaian kasus. Negara akan membayar semua pengeluaran untuk menyelesaikan kasus.
"Ya inginnya seperti KPK. Polri minta negara menanggung semuanya. Ini pasti akan membantu kinerja kepolisian. Tetapi kan anggaran negara tidak cukup. Dalam setahun, puluhan ribu kasus bisa ditangani oleh Polri. Kalau sistemnya sama seperti KPK uang negara tidak cukup. Makanya Polri menggunakan sistem indeks," harapnya.
Kala itu, Tito diminta melakukan reformasi di tubuh Polri, salah satu lembaga dengan tingkat kepercayaan masyarakat terendah menurut sejumlah survei pada 2015.
Kini, setelah 100 hari menjabat, bagaimana perkembangannya? Wartawan BBC Indonesia, Mehulika Sitepu, mewawancarai Tito Karnavian di Mabes Polri, Jakarta, hari Selasa (11/10) dan berikut petikannya.


Apa perkembangan selama menjabat Kapolri?
Saya mendapat informasi dari beberapa survei, kepercayaan publik kepada Polri cenderung sudah meningkat, memang tidak pada papan atas, di papan menengah, tapi tidak di bawah seperti dulu.
Salah satu pendorongnya, menurut beberapa survei, karena figur, harapan yang tinggi kepada Kapolri. Kedua karena ada perbaikan kinerja, seperti pengungkapan kasus-kasus: terorisme, penyanderaan dan lain lain. Tapi ada yang belum berhasil sepenuhnya. Terutama perubahan kultur.
Kultur artinya sikap arogansi, budaya yang masih korupsi, penggunaan kekerasan eksesif, ini masih ada. Karena paket-paket kebijakan yang saya buat masih sampai ke tingkat middle manager, belum sampai ke tingkat foot soldiersrank and file, para pelaksana di lapangan, para bintara. Sehingga mereka belum menyadari bagaimana pentingnya public trust. 400 ribu orang polisi berbuat baik, satu anggota saja melakukan kekerasan, naik ke media, itu akan menghapuskan yang baik-baik tadi semua. Kita terus lakukan sosialisasi dan lakukan reward and punishment. Seperti kemarin ada dua direktur narkoba yang kita anggap di pemeriksaan awal ada penyalahgunaan, saya langsung melakukan video conference dan saya ambil serah terima di depan saya dan itu seluruh Indonesia memonitor.
Tadi pagi saya memberi reward ke anggota Polres Bekasi yang berhasil adu tembak menangkap pelaku perampokan. Saya berikan ticket holder untuk sekolah artinya dia langsung masuk sekolah tanpa perlu tes. Ini akan saya lakukan di Polres, Polsek, Polda, yang ada anggotanya berprestasi tingkat nasional saya akan datang langsung bila perlu ke Papua, NTT dan pulau-pulau lain. Saya ingin ciptakan iklim kompetisi yang sehat.
Catatan akhir tahun Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menyatakan bahwa penanganan kasus tindak pidana korupsi oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) lebih 'sepi' dibanding tahun sebelumnya.
Bila pada 2015 Bareskrim Polri menangani sebanyak 1.183 kasus, pada tahun ini, badan yang sedang dipimpin Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto itu hanya menangani 662 kasus.
"Penanganan kasus korupsi mengalami penurunan sebesar 36 persen," kata Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian saat memaparkan catatan akhir tahun Polri di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, kemarin.
Ia menjelaskan, dari 662 kasus tindak pidana korupsi yang ditangani, Polri berhasil menyelamatkan kekayaan negara sebesar Rp165,5 miliar.
Lebih dari itu, Tito menyampaikan sebanyak 27 kasus tindak pidana korupsi yang ditangani Bareskrim Polri merupakan hasil operasi tangkap tangan (OTT). Menurutnya, OTT yang dilakukan sepanjang 2016 telah menyeret 74 nama sebagai tersangka.
Ia pun memberikan dua contoh kasus di antaranya. Pertama, Satuan Tugas Gabungan Sapu Bersih Pungutan Liar menangkap tangan Direktur Operasional dan Pengembangan Bisnis PT Pelindo III Surabaya berinisial RS, Selasa (1/11).
Uang pungli yang diduga diterima RS berasal dari importir. Praktik itu dilakukan sejak tahun 2014 dengan pungutan per satu kontainer berkisar Rp500 ribu hingga Rp2 juta. Saat melakukan penangkapan, tim gabungan Saber Pungli sempat menggeledah ruang kerja RS dan menyita uang tunai senilai Rp600 juta dan sejumlah dokumen.
Kemudian, Satuan Tugas Gabungan Sapu Bersih Pungutan Liar Polres Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur menangkap tangan staf kepegawaian Bagian Umum Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (PPO) Manggarai Barat berinisal SI, Kamis (3/11).
OTT ini berhasil mengamankan barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp4,5 juta dan tabungan dengan saldo sebesar Rp18 juta. "Total barang bukti uang tunai hasil OTT di 2016 mencapai Rp7 miliar," ujar Tito. Kasus Kekayaan Negara Lainnya.
Lebih dari itu, jenderal polisi bintang empat itu menyatakan, selain korupsi terdapat tiga kasus terhadap kekayaan negara lainnya yang menonjol pada 2016, yakni penebangan liar (illegal logging), penambangan liar (illegal minning), dan pencurian ikan (illegal fishing).
Tito menyatakan, penebangan liar menjadi kasus yang paling banyak ditangani Bareskrim Polri di antara ketiganya, yakni sebanyak 732 kasus. Menurutnya, jumlah kasus penebangan liar ini juga mengalami penurunan, di mana tahun sebelumnya tercatat sebanyak 1.232 kasus.
Pun dengan penanganan kasus penambangan liar. Bila pada tahun sebelumnya menangani 593 kasus, tahun ini Bareskrim Polri hanya menangani sebanyak 448 kasus.
Sedangkan untuk kasus pencurian ikan, Bareskrim Polri menangani 178 kasus di 2016. "Penanganan tiga kasus kekayaan negara lainnya yang menonjol ini menurun sekitar 25 sampai 44 persen di 2016," tutur Tito.










Riwayat Hidup Akil Mochtar dan perjalanan politiknya hungga berakhir di bui

Riwayat Hidup Akil Mocthar dan Perjalanan Hidupnya Menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi yang berakhir di BUI
Nama Lengkap : Dr. H. M. Akil Mochtar, S.H., M.H.
TTL : Putussibau (Kal-Bar), 18 Oktober 1960
Agama : Islam 
Tempat Tinggal : Jl. Medan Merdeka Barat No.6 Jakarta Pusat 

Pendidikan
:
1.     SD Negeri I Putussibau
2.     SD Negeri II Putussibau
3.     SMP Negeri Putussibau
4.     SMP Negeri 2 Singkawang
5.     SMP Muhamadiyah Pontianak
6.     SMA Muhamadiyah Pontianak
7.     S1 Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti Pontianak
8.     S2 Magister Ilmu Hukum Universitas Padjajaran Bandung
9.     S3 Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjajaran Bandung

Organisasi/Politik :
1.     Ketua OSIS SMA Muhamadiyah Pontianak
2.     Ketua Ikatan Pelajar Muhamadiyah Pontianak
3.     Pelajar Islam Indonesia
4.     Ketua Alumni SMA Muhamadiyah Pontianak
5.     Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Univ. Panca Bhakti Pontianak
6.     Komandan Batalyon E Resimen Mahasiswa (Menwa) UPB
7.     Ketua Alumni Menwa Kal-Bar
8.     Ketua Alumni Universitas Panca Bhakti Pontianak
9.     Wakil Ketua DPD I Partai Golkar Kalbar Tahun (1998-2003)
10.  Ketua Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) Kalimantan Barat 
11.  Sekretaris Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Cab. Pontianak
12.  Anggota Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) DPP Pemuda Pancasila
13.  Anggota Majelis Pemuda Indonesia DPP KNPI
14.  Pengurus Wilayah Muhamadiyah Kalbar
15.  Ketua Pengurus Pusat Angkatan Muda Partai Golkar
16.  Anggota Lembaga Hikmah Pengurus Pusat (PP) Muhammaddiyah
17.  Ketua Umum Federasi Olahraga Masyarakat Indonesia (FOMI) Kalbar (2006-2010)
18.  Ketua Umum Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Kalbar (2006-2009)

Karir :
1.     Advokat/pengacara (1984-1999)
2.     Anggota DPR/MPR RI (1999-2004)
3.     Wakil Ketua Komisi III DPR/MPR RI (bidang Hukum, perundang-undangan, HAM dan Keamanan) (2004-2006)
4.     Anggota DPR/MPR RI (2004-2009)
5.     Anggota Panitia Ad Hoc I MPR RI
6.     Anggota Panitia Ad Hoc II MPR RI
7.     Kuasa Hukum DPR RI untuk persidangan di Mahkamah Konstitusi
8.     Anggota Tim Kerja Sosialisasi Putusan MPR RI
9.     Ketua Pansus RUU Undang-Undang Yayasan
10.  Ketua pansus RUU tentang Jabatan Notaris
11.  Ketua Pansus RUU Perseroan Terbatas
12.  Ketua Panja RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
13.  Ketua Panja Pengesahan Konvensi PBB Anti Korupsi
14.  Ketua Panja RUU tentang Pengesahan Perjanjian Bantuan Hukum Timbal
15.  Balik Dalam Masalah Pidana antara RI dan RRC
16.  Ketua Panja RUU tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana
17.  Ketua Panja RUU tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang
18.  Peradilan Agama
19.  Ketua Panja RUU tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama (Banten,
20.  Kepulauan Bangka Belitung, Gorontalo, dan Maluku Utara)
21.  Ketua Panja RUU tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Dan lain-lain
22.  Peraturan Perundang-undangan. 
23.  Hakim Konstitusi Republik Indonesia (2008-2013)
24.  Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia ke-3 (3 April 2013-5 Oktober 2013)



Kasus/Kronologi :
Pilkada Lebak
31 Agustus 2013, Pilkada Lebak diikuti 3 pasang calon, yakni Pepep Faisaludi-Aang Rasidi, Amir Hamzah-Kasmin, dan Iti Oktavia Jayabaya-Ade Sumardi. KPU pada 8 September 2013 KPU menetapkan pasangan nomor urut 3, Iti Oktavia Jayabaya-Ade Sumardi, sebagai pasangan calon terpilih.
Masih di hari yang sama, Pasangan Amir Hamzah-Kasmin mengajukan permohonan agar MK membatalkan keputusan KPU tanggal 8 September 2013 tentang rekapitulasi hasil perhitungan perolehan suara tingkat kabupaten. Mereka juga memerintahkan KPU Lebak melaksanakan pemungutan suara ulang di semua TPS.
9 September 2013 dilakukan pertemuan di Hotel Sultan, Jalan Gatot Subroto, yang dihadiri Ratu Atut Chosiyah, Rudi Alfonso, Amir Hamzah, dan Kasmin. Dalam pertemuan tersebut dibicarakan langkah-langkah mengajukan gugatan perkara konstitusi ke MK.
11 September 2013. Amir Hamzah-Kasmin mengajukan gugatan perkara konstitusi ke MK, Akil menjadi ketua panel hakim didampingi Maria Farida Indrati dan Anwar Usman sebagai anggota.
22 September 2013, di lobi Hotel JW Marriot Singapura, Wawan mengikuti pertemuan Ratu Atut dan Akil Mochar. Dalam pertemuan tersebut Atut meminta Akil untuk membantu memenangkan Amir Hamzah dan Kasmin dalam perkara terkait Pilkada Lebak. "Dan akan disediakan uang untuk pengurusan perkaranya melalui terdakwa (Wawan)," ujar Jaksa.
26 September 2013 pukul 17.30 WIB bertempat di kantor Gubernur Banten dilakukan pertemuan antara Ratu Atut Chosiyah, Amir Hamzah-Kasmin dan Susi Tur Andayani. Dalam pertemuan tersebut Amir Hamzah melaporkan kepada Ratu Atut mengenai peluang dikabulkannya perkara Lebak dengan dilakukan pemungutan suara ulang.
Atas laporan tersebut Ratu Atut menyampaikan agar dilakukan pengurusan perkaranya melalui Akil Mochtar yang sudah dikenalnya seperti saudara sendiri.
28 September 2013, Susi Tur memberi tahu Akil Mochtar melalui telepon mengenai pertemuan dengan Ratu Atut. Akil kemudian meminta Susi Tur menyampaikan ke Ratu Atut untuk menyiapkan uang Rp 3 miliar. "Suruh dia siapkan tiga M-lah biar saya ulang," ujar Akil kepada Susi Tur.
29 September 2013, Wawan dihubungi Akil untuk diminta bertemu kembali membicarakan pengurusan perkara Pilkada Lebak.
Wawan kemudian bertemu Akil di rumah dinasnya. Setelah itu, Wawan bertemu dengan Amir Hamzah-Kasmin di Hotel Ritz Carlton menyampaikan dirinya sudah bertemu Akil. Untuk kepastian jumlah dana pengurusannya, Wawan meminta Amir Hamzah untuk dipertemukan dengan Susi Tur yang dikenal dekat dengan Akil Mochtar.
30 September 2013, Amir Hamzah melalui telepon memberi tahu Susi Tur bahwa Wawan sudah menyetujui membantu menyediakan dana untuk diberikan kepada Akil Mochtar. "Yang penyerahan uangnya melalui Susi Tur.
Pada pertemuan dengan Susi Tur di Hotel Ritz Carlton, Wawan menanyakan mengenai uang pengurusan perkara, yang dijawab Susi Tur, Akil meminta Rp 3 miliar. Namun, Amir Hamzah tidak mempunyai uang sehingga Susi Tur meminta Wawan membantu Amir Hamzah karena pada 1 Oktober 2013 perkara akan diputus MK. Saat itu, Susi Tur menerima SMS dari Akil Mochtar yang menanyakan kepastian uang yang diminta.
Wawan juga mengirim SMS ke Akil Mochtar,Pak, Wawan udah ngobrol dengan Bu Susi dan beliau akan laporan langsung ke Bapak. terimakasih. Pada saat pertemuan, Wawan juga menerima telepon dari Ratu Atut. Dalam percakapan telepon, Wawan memberitahukan ketidakjelasan uang yang akan diberikan Akil Mochtar yang membuat Akil marah dan mengatakan:Udah marah nih! tersinggung mungkin dia perasaannya. Lebak sama ini ni gimana nih? SMS-nya udah nggak enak ke Susi. Susi ngeliatn SMS ke Wawan, kata Wawan ke Atut. Ratu Atut dalam percakapan itu meminta Wawan membantu menyiapkan dana. Enya sok atuh, ntr di ini-in," ujar Atut. Atas permintaan Atut ini, Wawan menyampaikan ke Susi Tur dirinya hanya bersedia menyiapkan uang sebesar Rp 1 miliar untuk diberikan ke Akil Mochtar yang akan diserahkan melalui Susi.
1 Oktober 2013, Susi mengirim SMS ke Akil menyampaikan uang Rp 1 miliar yang disiapkan.Ass. pak, bu Atut lg ke singapur, brg yg siap 1 ekor untuk lebak aja jam 14 siap tunggu perintah bpk aja sy kirim kemana. td mlm sudah bicara dgn pak Wawan jg pak. Tolong bantu lebak dululah pak. Namun, Akil marah karena uang tersebut tidak sesuai komitmen awal yakni Rp 3 miliar.Ah males kamu gak bener janjinya. Susi meminta Akil menerima Rp 1 miliar dan menjanjikan akan menagih sisa uangnya. Untuk memenuhi permintaan uang Akil yang akan diserahkan melalui Susi, Wawan di kantornya, PT BPP gedung The East Jalan Lingkar Mega Kuningan, Jaksel, meminta stafnya di bagian keuangan bernama Ahmad Farid Asyari mengambil uang Rp 1 miliar dari Muhammad Awaluddin yang diambil dari kas PT BPP Serang melalui Yayah Rodiah.
Setelah itu, uang Rp 1 miliar diserahkan Ahmad Farid ke Susi Tur di apartemen Allson, Jalan Senen Raya, Jakpus. Pada tanggal 2 Oktober, Wawan dihubungi Susi melalui SMS yang memberitahukan permohonan Amir Hamzah dimenangkan MK.
Pilkada Gunung Mas :
19 September 2013, Hambit bertemu dengan Chairun Nisa di restoran Hotel Sahid Jakarta.  Dalam pertemuan itu, Hambit meminta bantuan mengurus permohonan keberatan tersebut dengan cara melakukan pendekatan kepada pihak-pihak di MK. Atas permintaan tersebut Chairun Nisa menghubungi Akil melalui pesan singkat. 
Pak Akil, saya mau minta bantu nih... Untuk Gunung Mas. Tapi untuk incumbent yang menang.... Terhadap permintaan terdakwa tersebut, Akil menjawab dengan pesan singkat.Kapan mau ketemu?, saya malah mau suruh ulang nih Gunung Mas???
20 September 2013 bertempat di rumah dinas Akil di Jalan Widya Candra III Nomor 7 Jakarta Selatan, Hambit menemui Akil untuk meminta bantuan terkait permohonan keberatan hasil Pemilukada. Kemudian Akil menyampaikan agar dalam pengurusan perkara berhubungan melalui Chairun Nisa.
Akil Mochtar ditetapkan sebagai tersangka bersama Cornelius Nalau, dalam kasus suap suap sengketa Pilkada Gunung Mas sebesar Rp 3 miliar.
24 September 2013 Akil menginformasikan kepada terdakwa melalui sms:
Besok sidang, itu pemohon sudah ketemu saya langsung si Bupatinya, saya minta lewat bu Nisa aja.
Selanjutnya Akil meminta kepada Nisa untuk disampaikan kepada Hambit agar disediakan dana sebesar Rp3 miliar dalam bentuk dollar AS.
Chairun Nisa kemudian menemui Hambit di rumahnya, Jalan Tjilik Riwut kilometer 3,5, Kalimantan Tengah. Hambit kemudian memberikan uang Rp75 juta kepada Chairun Nisa. Saat itu, Chairun Nisa juga memperlihatkan pesan singkat dari Akil kepada Hambit, yang isinya adalah Akil minta imbalan Rp3 miliar dan diberikan dalam bentuk Dolar Amerika. Hambit menyanggupi.
2 Oktober 2013, Chairun Nisa mengontak Akil akan memberikan uang suap dari Hambit dan Cornelis. Akil menyanggupi akan menerima uang itu di rumah dinas MK, Jalan Widya Chandra III nomor VII, Jakarta Selatan. Saat itu, Chairun Nisa datang bersama Cornelis membawa uang suap itu, dan tak lama kemudian langsung disergap tim KPK.
Vonis :

Jakarta, Senin, 30 Juni 2014. Muhammad Akil Mochtar di penjara seumur hidup dan denda Rp 10 miliar. Ketua Majelis Hakim Suwidya dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan, Emir Moeis secara sah dan meyakinkan melanggar: Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana dan dakwaan alternatif ketiga dan dakwaan keempat dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto 64 ayat 1 KUHPidana. Kemudian dua dakwaan tentang pencucian uang serta dalam Pasal 3 UU nomor 8 tahun 2010 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana.