Bulan adalah
satelit alami Bumi satu-satunya
[d][7] dan merupakan bulan
terbesar kelima dalam
Tata Surya. Bulan juga merupakan satelit alami terbesar di Tata Surya menurut ukuran
planet yang diorbitnya,
[e] dengan diameter 27%, kepadatan 60%, dan
massa 1⁄81 (1.23%) dari Bumi. Di antara satelit alami lainnya, Bulan adalah satelit terpadat kedua setelah
Io, satelit
Yupiter.
Bulan berada pada
rotasi sinkron dengan Bumi, yang selalu memperlihatkan sisi yang sama pada Bumi, dengan
sisi dekatditandai oleh
mare vulkanik gelap yang terdapat di antara dataran tinggi kerak yang terang dan
kawah tubrukan yang menonjol. Bulan adalah benda langit yang paling
terang setelah
Matahari. Meskipun Bulan tampak sangat putih dan terang, permukaan Bulan sebenarnya gelap, dengan
tingkat kecerahan yang sedikit lebih tinggi dari aspal cair. Sejak zaman kuno, posisinya yang menonjol di langit dan
fasenya yang teratur telah memengaruhi banyak budaya, termasuk
bahasa,
penanggalan,
seni, dan
mitologi. Pengaruh gravitasi Bulan menyebabkan terjadinya
pasang surut di lautan dan
pemanjangan waktu pada hari di Bumi. Jarak orbit Bulan dari Bumi saat ini adalah sekitar tiga puluh kali dari diameter Bumi, yang menyebabkan ukuran Bulan yang muncul di langit hampir sama besar dengan ukuran Matahari, sehingga memungkinkan Bulan untuk menutupi Matahari dan mengakibatkan terjadinya
gerhana matahari total. Jarak linear Bulan dari Bumi saat ini meningkat dengan laju 3.82±0.07 cm per tahun, meskipun laju ini tidak konstan.
[8]
Bulan diperkirakan terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu, tak lama setelah pembentukan Bumi. Meskipun terdapat sejumlah hipotesis mengenai asal usul Bulan, hipotesis yang paling diterima saat ini menjelaskan bahwa Bulan terbentuk dari serpihan-serpihan yang terlepas setelah sebuah benda langit seukuran
Mars bertubrukan dengan Bumi.
Setelah misi
Apollo 17 pada 1972, Bulan hanya disinggahi oleh pesawat ruang angkasa nirawak. Misi-misi tersebut pada umumnya merupakan misi orbit; sejak tahun 2004,
Jepang,
Tiongkok,
India,
Amerika Serikat, dan
Badan Luar Angkasa Eropa telah meluncurkan wahana pengorbit Bulan, yang turut bersumbangsih terhadap penemuan
es air di kawah kutub Bulan. Pasca Apollo, dua negara juga telah mengirimkan misi
rover ke Bulan, yakni misi
Lunokhod Soviet terakhir pada tahun 1973, dan misi berkelanjutan
Chang'e 3 RRC, yang meluncurkan
rover Yutu pada tanggal 14 Desember 2013.
Misi berawak ke Bulan pada masa depan telah direncakan oleh berbagai negara, baik yang didanai oleh pemerintah atau swasta. Di bawah
Perjanjian Luar Angkasa, Bulan tetap bebas dijelajahi oleh semua negara untuk tujuan damai.
Nama dan etimologi
Sebutan lain untuk Bulan dalam bahasa Inggris modern adalah
lunar, berasal dari
bahasa Latin Luna. Sebutan lainnya yang kurang umum adalah
selenic, dari bahasa Yunani Kuno
Selene (
Σελήνη), yang kemudian menjadi dasar penamaan
selenografi.
[12]
Pembentukan
Beberapa mekanisme yang diajukan mengenai pembentukan Bulan menyatakan bahwa Bulan terbentuk pada 4,527 ± 0,010 miliar tahun yang lalu,
[f] sekitar 30-50 juta tahun setelah pembentukan Tata Surya.
[13] Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Rick Carlson menunjukkan bahwa Bulan berusia sekurang-kurangnya 4,4 hingga 4,45 miliar tahun.
[14] [15] Hipotesis ini antara lain menjelaskan bahwa fisi Bulan berasal dari kerak Bumi akibat
gaya sentrifugal,
[16][17] penangkapan
gravitasi sebelum pembentukan Bulan,
[18] dan pembentukan Bumi dan Bulan secara bersama-sama di
cakram akresi primordial.
[17] Hipotesis ini tidak menjelaskan tinggi
momentum sudut dari sistem Bumi-Bulan.
[19]
Hipotesis yang berlaku saat ini menjelaskan bahwa sistem Bumi-Bulan terbentuk akibat
tubrukan besar, ketika benda langit seukuran
Mars (bernama
Theia) bertabrakan dengan
proto-Bumi yang baru terbentuk, memuntahkan material ke orbit di sekitarnya yang kemudian berkumpul untuk membentuk Bulan.
[20] Hipotesis ini mungkin merupakan hipotesis yang paling menjelaskan mengenai asal usul Bulan, meskipun penjelasannya tidak sempurna.
Tubrukan besar diperkirakan umum terjadi pada awal pembentukan Tata Surya. Pemodelan simulasi komputer mengenai tubrukan besar sesuai dengan ukuran momentum sudut sistem Bumi-Bulan dan ukuran inti Bulan yang kecil. Simulasi ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar materi pada Bulan berasal dari planet penabrak, bukannya dari proto-Bumi.
[21] Akan tetapi, pengujian terbaru menunjukkan bahwa sebagian besar materi Bulan berasal dari Bumi, bukannya dari penabrak.
[22][23][24] Bukti
meteorit menunjukkan bahwa materi benda langit lainnya seperti
Mars dan
Vesta memiliki oksigen dan komposisi
isotop yang sangat berbeda dengan Bumi, sedangkan Bulan dan Bumi memiliki komposisi isotop yang hampir identik. Pencampuran materi yang menguap pasca tubrukan antara benda langit pembentuk Bulan dengan Bumi diperkirakan menyamakan komposisi isotop mereka,
[25] meskipun hal ini masih diperdebatkan.
[26]
Besarnya energi yang dilepaskan saat terjadinya tubrukan besar dan akresi materi di orbit Bumi yang terjadi setelahnya akan melelehkan kulit bagian luar Bumi, yang kemudian membentuk lautan magma.
[27][28] Bulan yang baru terbentuk juga memiliki
lautan magma sendiri; diperkirakan kedalamannya sekitar 500 km dari radius keseluruhan Bulan.
[27]
Meskipun akurasi dalam menjelaskan pembentukan Bulan didukung oleh banyak bukti, masih terdapat beberapa kesulitan yang tidak sepenuhnya bisa dijelaskan oleh hipotesis tubrukan besar, terutama yang berkaitan dengan komposisi Bulan.
[29]
Pada tahun 2001, tim di Carnegie Institute of Washington melaporkan penelitian yang mereka lakukan terhadap isotop batuan Bulan.
[30] Tim ini menemukan bahwa batuan Bulan yang dibawa ke Bumi melalui
Program Apollo memiliki isotop yang identik dengan batuan Bumi, dan berbeda dengan batuan pada kebanyakan benda langit lainnya di Tata Surya. Karena sebagian besar materi yang lepas ke orbit dan membentuk Bulan diduga berasal dari
Theia, penemuan ini sama sekali tak terduga. Pada tahun 2007, para peneliti dari California Institute of Technology mengumumkan bahwa kesamaan isotop antara Bumi dengan Theia kurang dari 1%.
[31] Pada tahun 2012, analisis yang dilakukan terhadap sampel isotop Bulan menunjukkan bahwa Bulan memiliki komposisi isotop yang sama dengan Bumi,
[32] bertentangan dengan hipotesis yang menjelaskan bahwa Bulan terbentuk jauh dari orbit Bumi atau dari Theia.
Karakteristik fisik
Bulan tergolong benda langit
diferensiasi, yang secara
geokimiamemiliki komposisi
kerak,
mantel, dan
inti yang berbeda dengan benda langit lainnya. Bulan kaya akan besi padat di bagian inti dalam, dengan radius sekitar 240 km, dan fluida di bagian inti luar, terutama yang terbuat dari besi cair, dengan radius sekitar 300 km. Di sekitar bagian inti Bulan terdapat lapisan pembatas berbentuk cair dengan radius sekitar 500 km.
[34] Struktur ini diperkirakan terbentuk akibat
kristalisasi fraksional pada
lautan magma sesaat setelah pembentukan Bulan 4,5 miliar tahun yang lalu.
[35] Kristalisasi lautan magma ini akan membentuk mantel
mafik, yang juga disebabkan oleh curah hujan dan peluruhan mineral
olivin,
klinopiroksen, dan
ortopiroksen; setelah tiga perempat lautan magma terkristalisasi, mineral
plagioklasberkepadatan rendah akan terbentuk dan mengapung ke bagian atas lapisan kerak.
[36] Cairan terakhir yang mengalami proses kristalisasi akan terjebak di antara kerak dan mantel, dengan
inkompabilitas dan unsur penghasil panas yang berlimpah.
[1] Sesuai dengan proses ini, pemetaan geokimia dari orbit menunjukkan bahwa sebagian besar kerak Bulan bersifat
anortosit,
[6] dan pengujian yang dilakukan terhadap sampel
batuan Bulan yang berasal dari banjir lava di permukaan juga menjelaskan bahwa komposisi mantel mafik Bulan lebih kaya akan besi jika dibandingkan dengan Bumi.
[1] Teknik geofisika menjelaskan bahwa ketebalan rata-rata kerak Bulan adalah ~50 km.
[1]
Bulan adalah satelit terpadat kedua di
Tata Surya setelah
Io.
[37] Akan tetapi, inti dalam Bulan tergolong kecil, dengan radius sekitar 350 km atau kurang;
[1] ukuran ini hanya ~20% dari ukuran Bulan secara keseluruhan, berbeda dengan
benda langit kebumian lainnya, yang ukuran inti dalamnya hampir 50% dari ukuran keseluruhan. Komposisi Bulan belum diketahui secara pasti, namun diduga perpaduan dari besi metalik dengan sejumlah kecil
sulfur dan
nikel; analisis mengenai waktu rotasi variabel Bulan menunjukkan bahwa sebagian inti Bulan berbentuk cair.
[38]
Topografi Bulan telah diukur dengan menggunakan metode
altimetri laser dan
analisis gambar stereo.
[40] Bentuk topografi yang paling jelas terlihat adalah
basin Kutub Selatan Aitken di sisi jauh, dengan diameter sekitar sekitar 2.240 km, yang merupakan kawah terbesar di Bulan serta kawah terbesar yang pernah ditemukan di Tata Surya.
[41][42] Titik terendah pada permukaan Bulan berada pada kedalaman 13 km.
[41][43] Sedangkan titik tertinggi terdapat di bagian timur laut, yang diduga mengalami penebalan akibat pembentukan basin Kutub Selatan Aitken.
[44]Basin raksasa lainnya, seperti
Imbrium,
Serenitatis,
Crisium,
Smythii, dan
Orientale, memiliki lebar dan ketinggian yang lebih rendah.
[41] Ketinggian rata-rata sisi jauh Bulan kira-kira 1,9 km lebih tinggi jika dibandingkan dengan sisi dekat.
[1]
Artikel utama untuk bagian ini adalah:
Mare
Dataran Bulan yang berwarna gelap dan bisa diamati dengan mata telanjang disebut dengan
maria (
bahasa Latinuntuk "laut"; atau
mare dalam bentuk tunggal), karena dahulu kala para astronom mengira bahwa dataran ini dipenuhi oleh
air.
[45] Dataran ini berupa kolam besar yang terbentuk dari
lava basal. Meskipun serupa dengan basal kebumian, basal mare memiliki kandungan besi yang lebih tinggi dan kandungan mineral yang kurang.
[46][47] Sebagian besar lava ini meletus atau mengalir melalui proses yang bersamaan dengan pembentukan
kawah tubrukan. Beberapa bentuk geologi permukaan Bulan seperti
gunung berapi perisai dan
kubah vulkanis bisa ditemukan di maria di
sisi dekat Bulan.
[48]
Maria bisa ditemukan hampir di keseluruhan sisi dekat Bulan, mencakup 31% dari total permukaan di sisi dekat,
[49]jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan maria pada sisi jauh, yang persentasenya hanya 2%.
[50] Hal ini diperkirakan terjadi karena tingginya
konsentrasi unsur penghasil panas di bawah kerak di sisi dekat, sebagaimana yang terlihat pada peta geokimia yang diperoleh dari spektrometer sinar gamma
Lunar Prospector, yang menyebabkan mantel mengalami pemanasan, meleleh, kemudian naik ke permukaan dan meletus.
[36][51][52] Sebagian besar
basal mareBulan meletus pada periode Imbrian, sekitar 3,0–3,5 miliar tahun yang lalu, meskipun hasil
penanggalan radiometrimenjelaskan waktunya lebih tua 4,2 miliar tahun yang lalu,
[53] dan letusan terakhir, berdasarkan penanggalan
hitungan kawah, terjadi sekitar 1,2 miliar tahun yang lalu.
[54]
Wilayah yang berwarna lebih terang pada Bulan disebut dengan
terrae, atau
dataran tinggi secara umum, karena wilayah ini lebih tinggi dari kebanyakan maria. Berdasarkan penanggalan radiometri, dataran tinggi Bulan terbentuk sekitar 4,4 miliar tahun yang lalu, dan diduga merupakan
kumulasi plagioklas dari
lautan magma Bulan.
[53][54] Berbeda dengan Bumi, tak ada gunung di Bulan yang diyakini terbentuk akibat peristiwa
tektonik.
[55][56][57]
Proses geologi lainnya yang memengaruhi bentuk permukaan Bulan adalah
kawah tubrukan,
[58] yaitu ketika kawah-kawah terbentuk akibat tubrukan antara
asteroid dan
komet dengan pemukaan Bulan. Diperkirakan terdapat sekitar 300.000 kawah dengan luas lebih dari 1 km di sisi dekat Bulan.
[59] Beberapa kawah ini
dinamakan menurut nama para pakar, ilmuwan, seniman, dan penjelajah.
[60] Skala waktu geologi Bulan didasarkan pada peristiwa tubrukan yang paling hebat, termasuk
Nectaris,
Imbrium, dan
Orientale, dengan struktur yang dicirikan oleh lingkaran yang terbentuk dari materi yang menguap, biasanya berdiamater ratusan hingga ribuan kilometer.
[61] Kurangnya aktivitas atmosfer, cuaca, dan proses geologi terkini membuktikan bahwa kawah-kawah ini masih dalam kondisi baik. Meskipun hanya sedikit kawah yang diketahui asal usul pembentukannya, kawah-kawah ini tetap berguna untuk menentukan usia relatif Bulan. Karena kawah tubrukan menumpuk pada tingkat yang hampir konstan, menghitung jumlah kawah per satuan luas dapat digunakan untuk memperkirakan usia permukaan Bulan.
[61] Usia radiometrik batuan kawah yang dibawa oleh
misi Apollo berkisar dari 3,8 sampai 4,1 miliar tahun; ini digunakan untuk menjelaskan waktu terjadinya tubrukan
Pengeboman Berat Akhir.
[62]
Dataran yang menyelimuti bagian atas kerak Bulan adalah permukaan yang sangat
terkominusi (terpecah menjadi partikel yang lebih kecil) dan lapisan permukaan
kebun kawahbernama
regolith, yang terbentuk akibat proses tubrukan. Regolith yang paling halus, yakni
tanah Bulan dari kaca
silikon dioksida, memiliki tekstur seperti salju dan berbau seperti
mesiu.
[63] Regolith di permukaan yang lebih tua umumnya lebih tebal daripada permukaan yang lebih muda; ketebalannya bervariasi, dari 10–20 m di dataran tinggi dan 3–5 m di maria.
[64] Di bawah lapisan regolith terdapat
megaregolith, lapisan batuan fraktur dengan ketebalan berkilo-kilometer.
[65]
Artikel utama untuk bagian ini adalah:
Air Bulan
Foto mozaik kutub selatan Bulan yang diambil oleh
Clementine: perhatikan bagian gelap permanen di kutub.
Air cair tidak bisa bertahan di permukaan Bulan. Saat terkena radiasi Matahari, air dengan cepat akan terurai melalui proses yang dikenal dengan
fotodisosiasi dan lenyap ke luar angkasa. Namun, sejak tahun 1960-an, para ilmuwan memperkirakan bahwa air es yang diangkut oleh komet saat terjadinya tubrukan atau yang dihasilkan oleh reaksi batuan Bulan yang kaya oksigen, dan hidrogen dari
angin surya, meninggalkan jejak air yang mungkin bisa bertahan di kawah kutub selatan Bulan yang dingin dan gelap secara permanen.
[66][67]Simulasi komputer menunjukkan bahwa hampir 14.000 km
2 permukaan Bulan berada pada bagian kutub yang gelap permanen.
[68]Ketersediaan air di Bulan dalam jumlah yang cukup adalah faktor penting dalam merencanakan proses
kolonisasi Bulan karena akan menghemat biaya; rencana altenatif untuk mengangkut air dari Bumi akan menghabiskan biaya yang sangat besar.
[69]
Bertahun-tahun yang lalu, jejak air telah ditemukan di permukaan Bulan.
[70] Pada tahun 1994,
eksperimen radar bistatik di wahana
Clementine menunjukkan adanya kantong air beku di sekitar permukaan Bulan. Namun, pengamatan radar setelahnya oleh
Arecibomenunjukkan bahwa penemuan tersebut mungkin adalah batuan yang terlontar dari kawah tubrukan muda.
[71] Pada 1998,
spektrometer neutron di wahana
Lunar Prospector menemukan adanya konsentrasi
hidrogen yang tinggi di lapisan regolith dengan kedalaman satu meter di wilayah kutub.
[72] Pada 2008, analisis yang dilakukan terhadap batuan lava vulkanis yang dibawa ke Bumi oleh Apollo 15 menunjukkan adanya kandungan air dalam jumlah kecil pada interior batuan.
[73]
Pada tahun 2008, wahana
Chandrayaan-1 mengonfirmasi keberadaan air es di permukaan Bulan dengan menggunakan
Moon Mineralogy Mapper. Spektrometer mengamati adanya garis penyerapan
hidroksil di bawah sinar Matahari, yang membuktikan bahwa permukaan Bulan mengandung air es dalam jumlah besar. Wahana tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi air es mungkin mencapai 1.000
ppm.
[74] Pada tahun 2009,
LCROSS mengirim 2.300 kg impaktor ke kawah kutub yang gelap permanen, dan mendeteksi sedikitnya terdapat 100 kg air dalam material ejektor.
[75][76] Analisis data LCROSS lainnya menunjukkan bahwa jumlah air yang terdeteksi mencapai 155 kg.
[77] Pada bulan Mei 2011, Erik Hauri melaporkan
[78] adanya 615-1410 ppm
inklusi leleh air pada sampel Bulan 74220, "tanah kaca jingga" dengan kandungan titanium tinggi yang berasal dari peristiwa vulkanis yang dikumpulkan dalam misi
Apollo 17 pada tahun 1972. Inklusi ini tebentuk saat terjadinya letusan besar di Bulan sekitar 3,7 miliar tahun yang lalu. Konsentrasi ini setara dengan magma di
mantel atas Bumi.
Medan gravitasi
Medan gravitasi Bulan telah diukur dengan menggunakan pelacakan
pergeseran Doppler pada sinyal radio yang dipancarkan oleh pesawat ruang angkasa yang mengorbit Bulan. Bentuk gravitasi Bulan yang utama adalah
konmas, anomali gravitasi positif yang terkait dengan beberapa
basin tubrukan besar, sebagian disebabkan oleh aliran lava basaltik mare padat yang memenuhi basin tersebut.
[79][80] Anomali ini sangat memengaruhi orbit pesawat luar angkasa di sekitar Bulan. Terdapat beberapa perdebatan mengenai gravitasi Bulan: lava yang mengalir dengan sendirinya tidak bisa menjelaskan bentuk gravitasi Bulan, dan beberapa konmas yang ada sama sekali tidak terkait dengan vulkanisme mare.
[81]
Bulan memiliki
medan magnet eksternal sekitar 1–100
nanotesla, kurang dari seperseratus
medan magnet Bumi. Bulan tidak memiliki medan magnet
dipolar global, melainkan dihasilkan oleh
geodinamo inti logam cair, dan hanya memiliki magnetisasi kerak, yang mungkin sudah ada pada awal sejarah Bulan ketika geodinamo masih beroperasi.
[82][83]Selain itu, beberapa sisa magnetisasi berasal dari medan magnet sementara yang dihasilkan ketika terjadinya peristiwa tubrukan hebat, dengan melalui perluasan plasma yang dihasilkan oleh tubrukan. Hipotesis ini didukung oleh magnetisasi kerak yang berlokasi di dekat
antipode basin tubrukan besar.
[84]
Saat matahari terbit dan terbenam, banyak awak
Apollo yang melihat cahaya terang di permukaan Bulan.
[85]
Bulan memiliki
atmosfer yang sangat renggang, bahkan hampir
hampa, dengan massa total kurang dari 10 ton metrik.
[86] Tekanan permukaannya adalah sekitar 3 × 10
−15 atm (0,3
nPa); ukurannya bervariasi menurut hari Bulan. Sumber atmosfer Bulan meliputi
pelepasan gas dan pelepasan atom akibat bombardemen tanah Bulan oleh ion
angin surya.
[6][87] Unsur-unsur yang terkandung pada atmosfer Bulan adalah
sodium dan
potasium, yang dihasilkan oleh pelepasan atom; unsur ini juga ditemukan pada atmosfer
Merkuriusdan
Io. Unsur lainnya termasuk
helium-4 yang dihasilkan dari angin surya; serta
argon-40,
radon-222, dan
polonium-210, yang dilepaskan ke angkasa setelah dihasilkan melalui proses
peluruhan radioaktif di dalam kerak dan mantel.
[88][89] Tidak adanya keberadaan spesies netral (atom atau molekul) di atmosfer seperti
oksigen,
nitrogen,
karbon,
hidrogen dan
magnesium, yang terdapat pada
regolith, masih belum terjelaskan.
[88] Uap air terdeteksi oleh
Chandrayaan-1 dan kandungannya bervariasi menurut garis lintang, dengan titik maksimum ~60–70 derajat; uap air ini diduga dihasilkan melalui proses
sublimasi air es di regolith.
[90] Gas-gas ini bisa kembali ke regolith akibat gravitasi Bulan atau lenyap ke
luar angkasa, baik melalui tekanan radiasi surya atau, jika terionisasi, tersapu oleh medan magnet angin surya.
[88]
Musim
Kemiringan sumbu Bulan terhadap
ekliptika hanya 1,5424°,
[91] jauh lebih kecil dari Bumi (23,44°). Karena hal ini, variasi iluminasi surya pada Bulan memiliki musim yang jauh lebih sedikit, dan detail topografi memiliki peran penting dalam efek perubahan
musim.
[92]Berdasarkan foto yang diambil oleh wahana
Clementine pada tahun 1994, terdapat empat wilayah pegunungan di pinggiran
kawah Pearydi kutub utara Bulan, yang diduga tetap disinari oleh Matahari di sepanjang hari Bulan, menciptakan
puncak cahaya abadi. Tidak ada wilayah seperti itu yang terdapat di kutub selatan Bulan. Selain itu, juga terdapat wilayah yang tidak menerima cahaya secara permanen di bagian bawah kawah kutub,
[68] dan kawah-kawah gelap ini suhunya sangat dingin;
Lunar Reconnaissance Orbiter mencatat suhu musim panas terendah di kawah kutub selatan mencapai 35 K (−238 °C)
[93] dan hampir 26 K saat terjadinya
titik balik matahari musim dingin di
kawah Hermite di kutub utara. Ini adalah suhu terdingin di Tata Surya yang pernah diukur oleh wahana antariksa, bahkan lebih dingin dari suhu permukaan
Pluto.
[92]
Hubungan dengan Bumi
Skema sistem Bumi-Bulan (tanpa skala konsisten)
Orbit
Bulan menyelesaikan
orbit lengkap mengelilingi Bumi setiap 27,3 hari sekali
[g] (
periode sideris). Akan tetapi, karena Bumi bergerak pada orbitnya mengelilingi Matahari pada waktu yang bersamaan, dibutuhkan waktu yang sedikit lebih lama bagi Bulan untuk memperlihatkan
fase yang sama ke Bumi, yaitu sekitar 29,5 hari
[h] (
periode sinodik).
[49] Tidak seperti kebanyakan satelit planet lainnya, orbit Bulan lebih dekat ke
bidang ekliptika daripada ke
bidang khatulistiwaplanet. Orbit Bulan
diperturbasi oleh Matahari dan Bumi dalam cara yang halus dan kompleks. Misalnya, bidang pergerakan orbit Bulan secara bertahap mengalami pergeseran, yang memengaruhi aspek pergerakan Bulan lainnya. Fenomena ini secara matematis dijelaskan oleh
Hukum Cassini.
[94]
Skala perbandingan ukuran dan jarak Bumi-Bulan. Garis kuning merupakan perjalanan cahaya dari Bumi ke Bulan (sekitar 400.000 km atau 250.000 mil) dalam 1,26 detik.
Ukuran relatif
Ukuran Bulan relatif besar jika dibandingkan dengan ukuran Bumi, yakni seperempat dari diameter dan 1/81 dari massa Bumi.
[49] Bulan adalah
satelit alami terbesar di Tata Surya menurut ukuran relatif planet yang diorbitnya, meskipun
Charon lebih besar untuk ukuran
planet katai Pluto, yakni sekitar 1/9 dari massa Pluto.
[95] Meskipun demikian, Bumi dan Bulan masih dianggap sebagai sistem planet-satelit, bukannya sistem
planet ganda, karena
barisentrum kedua benda langit ini berlokasi 1.700 km (sekitar seperempat radius Bumi) di bawah permukaan Bumi.
[96]
Penampakan dari Bumi
Bulan berada pada
rotasi sinkron; waktu yang dibutuhkan oleh Bulan untuk berputar pada porosnya kira-kira sama dengan waktu yang dibutuhkan untuk mengorbit Bumi. Oleh sebab itu, Bulan selalu memperlihatkan sisi yang sama pada Bumi. Pada awal sejarahnya, perputaran Bulan lebih lambat dan terjadi
penguncian pasang surut pada orientasi ini, terutama karena efek
friksional deformasi
pasang surut yang dipicu oleh Bumi.
[97] Sisi Bulan yang menghadap Bumi disebut dengan
sisi dekat, sedangkan sisi yang membelakangi Bumi disebut dengan
sisi jauh. Sisi jauh seringkali disalah artikan sebagai "sisi gelap", meskipun pada kenyataannya sisi ini diterangi oleh cahaya sebagaimana halnya sisi dekat. Sekali dalam sebulan, sisi dekat yang gelap bisa disaksikan dari Bumi ketika terjadinya fase bulan baru.
[98]
Bulan memiliki
albedo yang sangat rendah, dengan tingkat kecerahan yang sedikit lebih terang dari aspal hitam. Meskipun demikian, Bulan adalah benda langit yang paling terang di langit setelah
Matahari.
[49][i] Hal ini antara lain disebabkan oleh peningkatan kecerahan akibat
efek oposisi; pada fase bulan seperempat, hanya sepersepuluh bagian Bulan yang terang, bukannya seperempat.
[99] Selain itu,
konstansi warna pada
sistem visual Bulan mengkalibrasi hubungan antara warna objek dan sekitarnya; karena langit di sekitar Bulan relatif gelap, Bulan yang diterangi Matahari tampak sebagai benda langit yang terang. Bagian pinggir bulan purnama tampak sama terang dengan bagian tengahnya, tanpa
pengelaman tungkai, karena sifat reflektif dari
tanah Bulan, yang merefleksikan lebih banyak cahaya ke arah Matahari daripada ke arah lainnya. Bulan terlihat lebih besar saat berada dekat dengan cakrawala, tetapi hal ini hanyalah efek psikologis semata, yang dikenal dengan
ilusi Bulan (pertama kali dijelaskan pada abad ke-7 SM).
[100] Besaran busur rata-rata bulan purnama adalah sekitar 0,52° di langit, kira-kira sama dengan ukuran Matahari yang terlihat dari Bumi (lihat
gerhana).
Perubahan sudut antara arah pencahayaan oleh Matahari dan penampakan dari Bumi dalam waktu sebulan, dan fase Bulan yang dihasilkannya.
Ketinggian Bulan di langit bervariasi; meskipun memiliki batas yang hampir sama dengan Matahari, ketinggiannya berubah seiring dengan fase Bulan dan perubahan musim dalam setahun, dengan ketinggian tertinggi terjadi saat bulan purnama pada waktu musim dingin.
Siklus simpul Bulan selama 18,6 tahun juga memiliki pengaruh; ketika
simpul menaik orbit Bulan berada pada
ekuinoks vernal,
deklinasi Bulan bisa bergerak sejauh 28° setiap bulannya. Ini berarti Bulan bisa bergerak melintasi garis lintang hingga 28° dari khatulistiwa, bukannya 18°. Orientasi bulan sabit juga bergantung pada garis lintang; di dekat khatulistiwa, bulan sabit bisa diamati dengan teropong bintang.
[101]
Jarak antara Bulan dengan Bumi bervariasi, berkisar dari 356.400 km hingga 406.700 km pada
perige (titik terdekat) dan apoge (titik terjauh). Pada tanggal 19 Maret 2011, Bulan saat fase penuh berada pada jarak terdekat dengan Bumi, terdekat sejak tahun 1993, yakni 14% lebih dekat dari posisi terjauhnya di apoge.
[102] Fenomena ini disebut dengan "
bulan super", yang berlangsung selama satu jam pada saat
bulan purnama, dan 30% lebih terang daripada biasanya akibat diameter sudutnya 14% lebih besar, karena
.
[103][104][105] Pada tingkat terendahnya, kecerahan Bulan dari Bumi akan berkurang jika dilihat dengan mata telanjang. Persentase tingkat kecerahan Bulan ditentukan oleh rumus berikut:
[106][107]
Ketika reduksi aktual adalah 1,00 / 1,30, atau sekitar 0,770, reduksi terasa kira-kira 0,877, atau 1,00 / 1,14. Hal ini menyebabkan meningkatnya reduksi terasa hingga 14% antara apoge dan perige Bulan pada fase yang sama.
[108]
Terdapat perdebatan mengenai apakah permukaan Bulan berubah dari waktu ke waktu. Saat ini, fenomena tersebut dianggap sebagai ilusi semata, yang diakibatkan oleh pengamatan Bulan dalam kondisi pencahayaan yang berbeda,
penglihatan astronomi yang buruk, atau gambar yang tidak memadai. Akan tetapi,
pelepasan gas kadang-kadang juga terjadi, dan diduga merupakan peristiwa yang menyebabkan
fenomena Bulan sementara. Baru-baru ini, muncul pendapat yang menyatakan bahwa sekitar 3 km diameter permukaan Bulan dimodifikasi oleh peristiwa pelepasan gas, yang terjadi sekitar satu juta tahun yang lalu.
[109][110] Penampakan Bulan, seperti halnya Matahari, dipengaruhi oleh
atmosfer Bumi; efek umumnya adalah
cincin halo 22° yang terbentuk saat cahaya Bulan dibiaskan oleh kristal es di awan
cirrostratus, dan terbentuknya
cincin korona yang lebih kecil saat Bulan ditutupi oleh awan tipis.
[111]
Efek pasang surut
Pasang surut di Bulan umumnya disebabkan oleh adanya kecepatan perubahan intensitas daya tarik
gravitasi Bulan pada salah satu sisi Bumi terhadap sisi lainnya, atau disebut dengan
gaya pasang surut. Fenomena ini membentuk dua tonjolan pasang surut di Bumi, yang akan terlihat jelas di permukaan laut setelah
air surut.
[112] Karena Bumi berputar 27 kali lebih cepat daripada Bulan, tonjolan ini bergerak bersama permukaan Bumi lebih cepat daripada pergerakan Bulan, yang berputar mengelilingi Bumi sekali sehari sebagaimana Bulan berputar pada sumbunya.
[112] Pasang surut juga dipengaruhi oleh efek lainnya, di antaranya
gaya gesek air terhadap sumbu rotasi Bumi melalui lantai samudra,
inersia pergerakan air, basin samudra yang mengalami pendangkalan, dan osilasi antara basin samudra berbeda.
[113] Daya tarik gravitasi Matahari terhadap samudra Bumi hampir setengah dari daya tarik gravitasi Bulan, dan gravitasi kedua benda langit ini berperan penting dalam menyebabkan
pasang surut perbani dan musim semi.
[112]
Librasi Bulan dalam waktu satu bulan.
Interaksi gravitasi antara Bulan dan tonjolan di sekitar Bulan berfungsi sebagai
torsi pada rotasi Bumi, yang menguras
momentum sudutdan
energi kinetik rotasi dari perputaran Bumi.
[112][114] Akibatnya, momentum sudut disertakan ke orbit Bulan, yang mempercepat rotasinya dan menyebabkan Bulan naik ke orbit yang lebih tinggi dan dengan periode yang lebih lama. Oleh sebab itu, jarak antara Bumi dengan Bulan juga akan meningkat, dan perputaran Bumi akan melambat.
[114] Pengukuran dengan metode
eksperimen rentang Bulanmenggunakan reflektor laser yang dilakukan dalam misi
Apollo menemukan bahwa jarak Bulan ke Bumi meningkat sekitar 38 mm per tahun
[115] (meskipun angka ini hanya 0,10
ppb/tahun dari radius orbit Bulan).
Jam atom juga menunjukkan bahwa lama hari di Bumi meningkat sekitar 15
mikrodetik per tahun,
[116] yang secara perlahan-lahan memperpanjang waktu
UTC yang disesuaikan oleh
detik kabisat. Tarikan pasang surut Bulan akan terus berlanjut sampai perputaran Bumi dan periode orbit Bulan sesuai. Namun, Matahari akan berubah menjadi
raksasa merah dan memusnahkan Bumi jauh sebelum hal tersebut terjadi.
[117][118]
Permukaan Bulan juga mengalami pasang surut dengan amplitudo ~10 cm, yang berlangsung selama 27 hari lebih. Fenomena ini disebabkan oleh dua hal, yakni karena Bulan dan Bumi berada pada
rotasi sinkron, dan berbagai hal yang disebabkan oleh
Matahari.
[114]Komponen Bumi yang diinduksi terbentuk karena
librasi, yang diakibatkan oleh eksentrisitas orbit Bulan; jika orbit Bulan bulat sempurna, maka yang akan muncul hanyalah pasang surut surya.
[114] Librasi juga mengubah sudut penampakan Bulan, yang menyebabkan sekitar 59% permukaan Bulan terlihat dari Bumi.
[49] Efek kumulatif dari fenomena pasang surut memicu terjadinya
gempa bulan. Gempa bulan ini lebih jarang terjadi dan lebih lemah kekuatannya daripada
gempa bumi, meskipun gempa ini dapat bertahan hingga satu jam karena ketiadaan air yang berfungsi sebagai peredam getaran seismik. Fenomena gempa bulan ini merupakan penemuan tak terduga dari
seismometer yang diletakkan di Bulan oleh
astronot Apollo dari tahun 1969 hingga 1972.
[119]
Gerhana
Bulan melintas di hadapan Matahari, dipotret oleh wahana STEREO-B.
[120]
Dari Bumi, Bulan dan Matahari terlihat berukuran sama. Dari satelit di orbit Bumi, Bulan tampak lebih kecil dari Matahari.
Gerhana bisa terjadi saat Matahari, Bumi, dan Bulan berada pada satu garis lurus (disebut dengan "
syzygy").
Gerhana matahari terjadi ketika
bulan baru, saat Bulan berada di antara Matahari dan Bulan. Sebaliknya,
gerhana bulan terjadi saat
bulan purnama, ketika Bumi berada di antara Matahari dan Bulan. Ukuran Bulan yang terlihat dari Bumi kira-kira sama dengan ukuran Matahari. Akan tetapi, ukuran Matahari jauh lebih besar daripada ukuran Bulan; jarak antara Matahari dan Bulan yang sangat jauh menyebabkan ukuran kedua benda langit ini tampak sama dari Bumi. Variasi ukuran ini, yang disebabkan oleh orbit nonsirkuler, juga hampir sama, meskipun terjadi dalam siklus yang berbeda. Hal ini mengakibatkan terjadinya gerhana matahari
total (saat Bulan tampak lebih besar daripada Matahari) dan
cincin (saat Bulan tampak lebih kecil dari Matahari).
[121] Saat gerhana total, Bulan sepenuhnya menutupi cakram Matahari dan
korona surya, yang bisa diamati dengan
mata telanjang dari Bumi. Karena jarak antara Matahari dan Bulan meningkat secara perlahan dari waktu ke waktu,
[112] diameter sudut Bulan mengalami penurunan. Selain itu, karena Matahari berevolusi menjadi
raksasa merah, ukuran Matahari dan diameter tampaknya di langit juga meningkat secara perlahan.
[j] Perpaduan kedua fenomena ini membuktikan bahwa ratusan juta tahun yang lalu, Bulan akan selalu menutupi Matahari ketika terjadinya gerhana matahari, dan mungkin tidak ada gerhana cincin yang terjadi pada saat itu. Demikian pula ratusan juta tahun yang akan datang, Bulan tak lagi menutupi Matahari sepenuhnya, dan gerhana matahari total tidak akan terjadi.
[122]
Orbit Bulan yang mengelilingi Bumi mengalami inklinasi sekitar 5° dari
orbit Bumi mengelilingi Matahari, sehingga gerhana tidak terjadi pada setiap bulan baru dan bulan purnama. Gerhana akan terjadi jika Bulan berada di dekat persimpangan dua bidang orbit.
[123] Periodisasi dan rekurs gerhana matahari oleh Bulan, serta gerhana bulan oleh Bumi, bisa dijelaskan melalui teori
saros, yang memiliki jangka waktu sekitar 18 tahun.
[124]
Karena Bulan menghalangi pandangan manusia sekitar setengah derajat lingkaran pada area langit,
[k][125] fenomena terkait seperti
okultasi terjadi saat sebuah bintang atau planet terang melintas di bagian belakang Bulan dan mengalami okultasi, atau tersembunyi dari pandangan. Serupa dengan fenomena ini, gerhana matahari terjadi saat Matahari tersembunyi dari pandangan karena tertutup oleh Bulan. Karena jarak Bulan lebih dekat dengan Bumi, okultasi bintang tunggal tidak bisa terlihat dari tempat manapun di permukaan Bumi pada waktu yang bersamaan.
Presesi pada orbit Bulan juga menyebabkan terjadinya okultasi yang berbeda setiap tahunnya.
[126]
Penelitian dan penjelajahan
Pemahaman mengenai siklus Bulan menandai awal perkembangan ilmu
astronomi; pada abad ke-5 SM,
astronom Babilonia telah mencatat
siklus Saros 18 tahunan pada
gerhana bulan,
[127] dan
astronom India telah menjelaskan mengenai fenomena elongasi Bulan.
[128] Astronom Tiongkok Shi Shen (abad ke-4 SM) memberi petunjuk yang terkait dengan cara memperkirakan gerhana matahari dan bulan. Kemudian, bentuk fisik Bulan dan sumber
cahaya bulan mulai diketahui. Filsuf
Yunani kuno Anaxagoras (w. 428 SM) mengemukakan bahwa Matahari dan Bulan merupakan dua buah batu bulat raksasa yang menghasilkan cahaya.
[130] Bangsa Tiongkok pada masa
Dinasti Han percaya bahwa energi Bulan sama dengan
qi, dan teori mereka mengenai pengaruh radiasi Bulan menjelaskan bahwa cahaya Bulan berasal dari Matahari.
Jing Fang (78–37 SM) mencatat kebulatan Bulan untuk pertama kalinya.Pada abad ke-2 M,
Lucian menulis sebuah novel yang mengisahkan mengenai seorang pahlawan yang melakukan perjalanan ke Bulan yang berpenghuni. Pada tahun 499 M, astronom India
Aryabhata menulis dalam bukunya
Aryabhatiya bahwa cahaya Matahari menyebabkan Bulan tampak bersinar.
[133] Astronom dan fisikawan
Alhazen (965-1039) mengungkapkan bahwa
cahaya matahari tidak dipancarkan dari Bulan seperti sebuah cermin, tetapi cahaya tersebut dipancarkan ke segala arah dari setiap bagian permukaan Bulan yang diterangi oleh cahaya matahari.
[134] Shen Kuo (1031–1095) dari
Dinasti Song mengemukakan sebuah alegori yang mengumpamakan fenomena bersinar dan memudarnya cahaya Bulan dengan sebuah bola yang berputar; saat dibubuhi dengan bubuk putih dan dilihat dari samping, maka akan terlihat bentuk sabit.
Dalam
deskripsi alam semesta karya
Aristoteles (384-322 SM), Bulan menandai batas antara unsur yang bisa berubah (bumi, air, udara, dan api) dengan bintang-bintang abadi
aether, pemikiran
filsafat berpengaruh yang mendominasi sains selama berabad-abad kemudian.
[136] Pada abad ke-2 SM,
Seleucus dari Seleucia mengemukakan teori bahwa
pasang surut terjadi karena daya tarik Bulan, dan ketinggian air pasang ditentukan oleh posisi relatif Bulan terhadap
Matahari.
[137] Pada abad yang sama,
Aristarchusmenghitung ukuran dan jarak Bulan dari Bumi, dengan jarak sekitar dua puluh kali
radius Bumi. Teori ini kemudian dikembangkan oleh
Ptolemy (90–168 M): ia berpendapat bahwa jarak rata-rata Bulan dari Bumi adalah 59 kali radius Bumi dan diameter 0,292 dari diameter Bumi. Angka ini hampir mendekati jarak dan diameter yang sebenarnya, yakni sekitar 60 untuk jarak dan 0,273 untuk diameter.
[138] Archimedes (287–212 SM) merancang sebuah planetarium yang bisa menghitung laju pergerakan Bulan dan objek lainnya di
Tata Surya.
[139]
Pada
Abad Pertengahan, sebelum ditemukannya
teleskop, Bulan diyakini sebagai sebuah bola batu, meskipun juga banyak yang percaya bahwa permukaan bulan "sangat halus".
[140] Pada tahun 1609,
Galileo Galilei untuk pertama kalinya membuat sebuah gambar teleskopis Bulan dalam bukunya yang berjudul
Sidereus Nuncius dan menjelaskan bahwa permukaan Bulan tidak halus, tetapi memiliki pegunungan dan kawah. Pemetaan teleskopis Bulan terus berlanjut di sepanjang Abad Pertengahan; pada abad ke-17,
Giovanni Battista Riccioli dan
Francesco Maria Grimaldi berhasil menciptakan sebuah sistem penamaan geologi Bulan yang tetap digunakan hingga saat ini.
Mappa Selenographica karya
Wilhelm Beer dan
Johann Heinrich Mädler (1834-1836), serta buku
Der Mond (1837), merupakan buku pertama yang secara akurat menjelaskan penelitian mengenai Bulan dari sudut pandang
trigonometri, termasuk ketinggian lebih dari seribu gunung di Bulan, dan memperkenalkan penelitian Bulan dengan tingkat akurasi yang bisa diukur oleh geografi Bumi.
[141] Kawah Bulan pertama kali dicatat oleh Galileo, dan awalnya dianggap sebagai
gunung berapi sampai tahun 1870-an, dan kemudian
Richard Proctor menjelaskan bahwa kawah-kawah tersebut terbentuk akibat tubrukan.
[49] Pendapatnya ini didukung oleh eksperimen yang dilakukan oleh geolog
Grove Karl Gilbert pada tahun 1892, dan setelah perkembangan studi komparatif pada 1920-an hingga 1940-an,
[142] stratigrafi Bulan menjadi cabang ilmu
astrogeologi baru pada tahun 1950-an.
[49]
Penjelajahan langsung pertama: 1959–1976
Misi Uni Soviet
Perang Dingin mendorong terjadinya
Perlombaan Angkasa antara
Uni Soviet dan
Amerika Serikat, yang menyebabkan adanya akselerasi kepentingan dalam
penjelajahan Bulan. Setelah peluncur memiliki kemampuan yang diperlukan, kedua negara ini mengirim wahana tak berawak melalui misi orbit ataupun misi pendaratan di Bulan. Wahana buatan Soviet,
Luna, adalah wahana pertama yang berhasil mencapai tujuan. Setelah meluncurkan tiga misi nirawak dan mengalami kegagalan pada tahun 1958,
[143] benda buatan manusia pertama yang keluar dari gravitasi Bumi dan melintas di dekat Bulan adalah
Luna 1; benda buatan manusia pertama yang menabrak permukaan Bulan adalah
Luna 2, dan foto pertama
sisi jauh Bulan dipotret oleh
Luna 3, semuanya dilakukan pada tahun 1959.
[143]
Misi Amerika Serikat
Foto pertama
Bumi dari orbit Bulan, yang dipotret oleh
Apollo 8 pada malam Natal 1968. Afrika berada di
terminator matahari terbenam, Amerika di tutupi oleh awan, dan Antarktika berada di ujung kiri terminator.
Amerika Serikat meluncurkan wahana tak berawak untuk mengembangkan pemahaman mengenai permukaan Bulan demi kepentingan pendaratan berawak di kemudian hari;
program Surveyor Jet Propulsion Laboratory mendaratkan
wahana pertamanya empat bulan setelah peluncuran
Luna 9.
Program Apollo berawak
NASA dikembangkan secara paralel; setelah serangkaian pengujian tak berawak dan berawak pada wahana Apollo di orbit Bumi, dan didorong oleh rencana peluncuran
penerbangan Bulan Soviet,
Apollo 8 mengirimkan misi berawak pertama ke orbit Bulan pada tahun 1968. Misi berikutnya berhasil mendaratkan manusia untuk pertama kalinya di permukaan Bulan, yang dipandang oleh banyak pihak sebagai puncak
Perlombaan Angkasa.
[145] Neil Armstrong menjadi manusia pertama yang berjalan di permukaan Bulan sebagai pemimpin misi
Apollo 11 Amerika Serikat; ia menjejakkan langkah pertamanya di permukaan Bulan pada pukul 02:56 UTC tanggal 21 Juli 1969.
[146] Misi Apollo 11 hingga 17 (kecuali
Apollo 13, yang pendaratannya dibatalkan) berhasil kembali ke Bumi dengan membawa 382 kg tanah dan batuan Bulan dalam 2.196 sampel terpisah.
[147] Pendaratan Bulan Amerika Serikat dipicu oleh kemajuan teknologi yang cukup pesat pada akhir 1960-an, misalnya kimia
ablasi,
rekayasa perangkat lunak, dan teknologi
penetrasi atmosfer, serta manajemen yang sangat kompeten sehubungan dengan upaya teknis yang besar.
[148][149]
Sejumlah instrumen ilmiah dipasang di permukaan Bulan selama misi pendaratan Apollo.
Stasiun instrumen berumur panjang, termasuk kapsul beraliran panas,
seismometer, dan
magnetometer, dipasang di lokasi pendaratan
Apollo 12,
14,
15,
16, dan
17. Transmisi data langsung ke Bumi di akhiri pada tahun 1977 karena pertimbangan anggaran,
[150][151] tetapi setelah stasiun
rentang laser Bulan menjadi instrumen pasif, transmisi data masih terus dilakukan. Komunikasi jarak di stasiun secara rutin diterima oleh stasiun Bumi dengan akurasi beberapa sentimeter, dan data dari eksperimen ini digunakan untuk menentukan ukuran inti Bulan.
[152]
Misi saat ini: 1990–sekarang
Lokasi pendaratan di Bulan. Tanggal pendaratan dalam
UTC.
Pasca-Apollo dan
Luna, semakin banyak negara yang terlibat dalam penjelajahan Bulan secara langsung. Pada tahun 1990,
Jepangmenjadi negara ketiga yang mengirimkan pesawat luar angkasa ke orbit Bulan dengan meluncurkan wahana
Hiten. Wahana ini diluncurkan dengan kapsul yang lebih kecil bernama
Hagoromo di orbit Bulan, tetapi transmisi data gagal dilakukan, sehingga misi ini dihentikan.
[153] Pada tahun 1994, Amerika Serikat meluncurkan wahana
Clementine ke orbit Bulan, yang merupakan misi gabungan antara Departemen Pertahanan dan
NASA. Misi ini berhasil memotret peta topografi Bulan dalam jarak dekat dan mengambil foto
multispektral permukaan Bulan untuk pertama kalinya.
[154] Misi ini diikuti oleh misi
Lunar Prospector pada tahun 1998, yang berhasil menemukan adanya kelebihan
hidrogen di kutub Bulan, yang diduga disebabkan oleh keberadaan air es beberapa meter di atas regolith di dalam kawah gelap permanen.
[155]
SMART-1, pesawat luar angkasa Eropa yang merupakan wahana
bertenaga ion kedua, berada di orbit Bulan sejak tanggal 15 November 2004, dan dihentikan setelah pengendalinya menabrak Bulan pada tanggal 3 September 2006. Misi ini merupakan misi pertama yang berhasil menyurvei secara rinci unsur kimia di permukaan Bulan.
[156]
Tiongkok juga sangat berambisi untuk meluncurkan
program penjelajahan Bulan, dimulai dengan
Chang'e 1, yang berhasil mengorbit Bulan dari tanggal 5 November 2007 hingga akhirnya menabrak Bulan tanggal 1 Maret 2009.
[157] Dalam misi selama enam belas bulan, wahana ini berhasil mengambil foto Bulan secara keseluruhan. Tiongkok melanjutkan keberhasilan ini dengan meluncurkan
Chang'e 2 pada bulan Oktober 2010, yang mencapai Bulan dua kali lebih cepat daripada
Chang'e 1. Misi ini berhasil memetakan Bulan dalam resolusi yang lebih tinggi dalam waktu sekitar delapan bulan, kemudian meninggalkan orbit Bulan untuk mengamati perluasan
titik Lagrangian L2 Bumi-Matahari. Wahana ini terbang melintasi asteroid
4179 Toutatis pada 13 Desember 2012, dan kemudian lenyap ke angkasa luar. Pada tanggal 14 Desember 2013,
Chang'e 3melanjutkan misi pendahulunya dengan mengirimkan sebuah
pendarat ke permukaan Bulan, yang pada akhirnya meluncurkan sebuah
penjelajah Bulan bernama
Yutu (Mandarin: 玉兔; secara harfiah "Kelinci"). Dengan demikian,
Chang'e 3 merupakan wahana pertama yang melakukan pendaratan lunak di permukaan Bulan sejak
Luna 24 pada tahun 1976, dan juga misi pertama yang meluncurkan
penjelajah sejak
Lunokhod 2 pada 1973. Tiongkok berencana untuk meluncurkan misi penjelajah lainnya (
Chang'e 4) pada tahun 2015, serta misi pengambilan sampel (
Chang'e 5) pada tahun 2017.
Antara tanggal 4 Oktober 2007 dan 10 Juni 2009,
Badan Penjelajahan Antariksa Jepang meluncurkan misi
Kaguya (Selene), pengorbit Bulan yang dilengkapi dengan kamera
video berdefinisi tinggi dan dua satelit pemancar radio kecil. Misi ini berhasil memperoleh data geofisika Bulan dan mengambil video berdefinisi tinggi dari luar orbit Bumi untuk pertama kalinya.
[158][159] Misi penjelajahan Bulan pertama
India,
Chandrayaan I, mengorbit Bulan dari tanggal 8 November 2008 sampai kehilangan kontak pada 27 Agustus 2009, yang melakukan pemetaan fotogeologi dan mineralogi permukaan Bulan dalam resolusi tinggi. Misi ini juga menemukan keberadaan molekul-molekul air di dalam tanah Bulan.
[160] Indian Space Research Organisation berencana untuk meluncurkan
Chandrayaan II pada tahun 2013, yang juga disertai dengan sebuah robot penjelajah Bulan milik
Rusia.
[161][162] Akan tetapi, kegagalan misi
Fobos-Grunt Rusia menyebabkan proyek ini mengalami penundaan.
Misi Bulan masa depan lainnya adalah
Luna-Glob Rusia; yang meliputi sebuah pendarat tak berawak, rangkaian seismometer, dan pengorbit yang serupa dengan misi
Fobos-Grunt Mars yang gagal.
[163][164] Penjelajahan Bulan yang didanai swasta dikembangkan oleh
Google Lunar X Prize, diumumkan pada 13 September 2007, yang menawarkan uang senilai US$20 juta bagi siapa saja yang bisa mendaratkan sebuah robot penjelajah di Bulan dan yang memenuhi kriteria tertentu lainnya.
[165] Shackleton Energy Companysedang mengembangkan sebuah program untuk melakukan operasi di kutub selatan Bulan dalam rangka mengumpulkan air untuk memasok
Propellant Depot milik mereka.
[166]
NASA
berencana untuk melanjutkan misi berawak setelah adanya seruan dari Presiden AS
George W. Bush pada tanggal 14 Januari 2004 untuk meluncurkan misi berawak ke Bulan pada tahun 2019, serta membangun sebuah pangkalan di Bulan pada tahun 2024.
[167][168] Akan tetapi, program tersebut dibatalkan demi rencana pendaratan berawak di sebuah asteroid pada tahun 2025 dan misi pengorbit
Mars berawak yang rencananya akan diluncurkan pada tahun 2035.
[169] India juga menyatakan niatnya untuk mengirimkan misi berawak ke Bulan pada tahun 2020.
[170]
Astronomi dari Bulan
Status hukum
Meskipun panji-panji
Luna Uni Soviet tersebar di Bulan, dan
bendera Amerika Serikat secara simbolis ditancapkan di lokasi pendaratan oleh
astronot Apollo, tidak satupun negara yang mengklaim kepemilikan atas bagian permukaan Bulan hingga saat ini.
[176] Rusia dan Amerika Serikat merupakan dua negara yang menandatangani
Perjanjian Luar Angkasa pada tahun 1967,
[177] yang menyatakan bahwa Bulan dan keseluruhan luar angkasa adalah "
provinsi bagi seluruh umat manusia".
[176] Perjanjian ini juga membatasi pemanfaatan Bulan untuk tujuan damai, secara eksplisit melarang instalasi sarana militer dan
senjata pemusnah massal di Bulan.
[178] Perjanjian Bulan 1979 bertujuan untuk membatasi eksploitasi sumber daya Bulan oleh satu negara, tetapi perjanjian ini belum ditandatangani oleh satupun negara penjelajah luar angkasa.
[179] Meskipun beberapa individu telah menyatakan klaimnya atas keseluruhan atau sebagian permukaan Bulan, tidak satupun yang dianggap kredibel.
[180][181][182]
Luna, sang Rembulan, dari
Liber astronomiae edisi 1550 karya
Guido Bonatti.
Bulan telah menjadi subjek dari banyak karya seni dan sastra, serta inspirasi bagi bidang seni lainnya. Bulan dijadikan sebagai motif dalam seni visual, seni pertunjukan, syair, prosa, dan musik. Sebuah ukiran batu berusia 5.000 tahun di
Knowth,
Irlandia, diduga menggambarkan Bulan, yang merupakan penggambaran Bulan paling awal yang ditemukan.
[189] Perbedaan visual antara dataran tinggi yang terang dan kawah
maria yang gelap melahirkan pola yang dipandang oleh sejumlah budaya sebagai sosok
Manusia di Bulan,
kelinci, kerbau, dan lain sebagainya. Dalam sebagian besar budaya kuno dan prasejarah, Bulan diumpamakan sebagai
seorang dewi atau fenomena
supernatural lainnya, dan
pandangan astrologi terhadap Bulan tetap tersebar hingga saat ini.
Bulan memiliki hubungan yang panjang dengan kegilaan dan irasionalitas; dalam bahasa Inggris, kata
lunacy dan
lunatic (secara populer disingkat
loony, artinya gila) berasal dari kata
bahasa Latin Luna, yang berarti Bulan. Filsuf
Aristoteles dan
Pliny the Elder berpendapat bahwa
bulan purnamamenularkan kegilaan pada orang-orang yang rentan. Mereka percaya bahwa otak manusia, yang sebagian besarnya terdiri dari air, dipengaruhi oleh Bulan yang menguasai
pasang surut, tetapi gravitasi Bulan terlalu kecil untuk memengaruhi satu orang.
[192] Bahkan saat ini, orang-orang percaya bahwa pasien rumah sakit jiwa, kecelakaan lalu lintas, kasus pembunuhan atau bunuh diri akan meningkat pada saat bulan purnama, meskipun tidak ada bukti ilmiah yang mendukung pernyataan tersebut.
[192]